Biopsikososial merupakan gabungan dari tiga kata yaitu Bio yang merujuk pada biologis atau fisik, Psiko yang merujuk pada kondisi psikologis, dan Sosial yang merujuk pada faktor lingkungan sosial. Model biopsikososial membuat individu lebih empati dan memiliki pemahaman akan pengalaman individu dengan disabilitas dalam menghadapi tantangan yang ada di lingkungan sekitar.

Model biopsikososial menggabungkan aspek medis dan sosial dalam memahami disabilitas. Pertama kali diperkenalkan oleh George Engel pada tahun 1977, model ini menyatakan bahwa disabilitas tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi fisik, tetapi juga oleh faktor psikologis seperti stres atau cara mengatasi masalah, serta faktor sosial seperti lingkungan kerja, dukungan keluarga, dan kondisi ekonomi.

Model ini terbagi atas tiga faktor menurut George Engel:

  • Faktor Biologis: aspek medis atau fisik dari kondisi seseorang, seperti cedera tulang belakang, down syndrome, atau kondisi kesehatan kronis.
  • Faktor Psikologis: kondisi seseorang dalam mengeluarkan respons secara mental dan emosional, misalnya tingkat stres, kepercayaan diri dan cara mengatasi masalahnya.
  • Faktor Sosial: kondisi lingkungan di sekitar individu, seperti dukungan dari keluarga dan teman, aksesibilitas di tempat kerja dan fasilitas umum, serta stigma di masyarakat.

Pada tahun 2002, WHO merilis International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF), yang mengadopsi pendekatan biopsikososial ini. ICF menjelaskan bahwa disabilitas adalah fenomena kompleks yang melibatkan interaksi antara kondisi tubuh dan lingkungan sosial. Model ini mendorong pendekatan kolaboratif, misalnya dalam proses rehabilitasi, di mana tim medis dan sosial bekerja sama untuk menciptakan intervensi yang mempertimbangkan kondisi medis sekaligus konteks sosial individu.

Kelebihan

Model biopsikososial memiliki peran penting dalam konteks rehabilitasi. Jika pada pendekatan medis tradisional cenderung hanya fokus pada penyembuhan bagian fisik yang dianggap bermasalah, maka pendekatan biopsikososial mempertimbangkan aspek psikologis dan sosial turut andil dalam proses penyembuhan. Dengan menggabungkan beberapa aspek tersebut, diharapkan tim rehabilitasi dapat memberikan dukungan yang komprehensif.

Inti dari model biopsikososial adalah memberikan perspektif baru dalam memahami disabilitas. Dengan mempertimbangkan faktor biologis, psikologis, dan sosial. Model ini memberikan pendekatan yang lebih menyeluruh dibandingkan model biomedis yang hanya fokus pada aspek biologis. Dengan model biopsikososial, tim medis tidak hanya melihat diagnosis medis, tetapi juga faktor lain seperti suasana hatinya, dukungan keluarga, serta lingkungan tempat tinggal yang ramah dan akomodatif.

Kekurangan

Tantangan utama dari model ini adalah kompleksitas penerapan. Dengan menggabungkan tiga faktor di atas, ditakutkan ada risiko kebutuhan medis yang terabaikan. Selain itu, kekhawatiran bahwa penggabungan aspek kesehatan dengan model sosial yang ada di International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) milik WHO bisa membuat disabilitas hanya dianggap sebagai akibat dari faktor sosial.

Menurut penelitian oleh Borrel-Carriól et al, penerapan model sangat bergantung pada penilaian tim medis yang bervariasi, sehingga dalam praktik sehari-hari, pemahaman mengenai faktor biologis, psikologis, dan sosial dipengaruhi oleh pengalaman, empati, serta interpretasi personal tim medis. Akibatnya, dua tim medis mungkin memberikan analisis yang berbeda pada pasien dengan kondisi yang sama.

Contoh

  • Misalnya seorang karyawan yang mengidap artritis reumatoid (nyeri sendi) di mana ia kesulitan berpergian jauh setiap hari karena akan memperburuk keadaan fisiknya, sehingga tempatnya bekerja memberikan pilihan untuk hybrid working, satu hari bekerja di kantor, empat hari bekerja jarak jauh. Hasilnya, ia menjadi lebih produktif karena selain melakukan penanganan medis, perusahaan juga memberikan dukungan dengan pilihan hybrid working. Sementara pada model medis, fokus hanya diarahkan pada penyembuhan melalui obat-obatan atau terapi, tanpa mempertimbangkan kesulitan karyawan dalam berpergian jarak jauh.
  • Puskesmas merupakan salah satu tempat rujukan ketika seseorang mengalami sakit, lansia salah satunya. Dengan kondisi yang selalu ramai dan sibuk, lansia mungkin akan kesulitan mendengar nomor antriannya dipanggil, oleh karenanya alat pengeras suara bisa menjadi solusi dari permasalahan ini. Hasilnya, lansia mendapatkan hak pengobatannya dengan baik tanpa merasa kebingungan. Pada model medis, penanganan hanya berfokus pada tindakan medis yaitu pengobatan fisik, tanpa mempertimbangkan fasilitas pengeras suara sebagai solusi dari kondisi psikologis pasien lansia yang kebingungan akibat berkurangnya fungsi pendengaran.