Model biopsikososial adalah pendekatan yang menggabungkan aspek medis dan sosial dalam memahami disabilitas. Pertama kali diperkenalkan oleh George Engel pada tahun 1977, model ini menyatakan bahwa disabilitas tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi fisik, tetapi juga oleh faktor psikologis seperti stres atau cara mengatasi masalah, serta faktor sosial seperti lingkungan kerja, dukungan keluarga, dan kondisi ekonomi.

Berikut merupakan klasifikasi model yang dicetuskan oleh George Engel:

  • Faktor Biologis: aspek medis atau fisik dari kondisi seseorang, seperti cedera tulang belakang, down syndrome, atau kondisi kesehatan kronis.
  • Faktor Psikologis: kondisi seseorang dalam mengeluarkan respons secara mental dan emosional, misalnya tingkat stres, kepercayaan diri dan cara mengatasi masalahnya.
  • Faktor Sosial: kondisi lingkungan di sekitar individu, seperti dukungan dari keluarga dan teman, aksesibilitas di tempat kerja dan fasilitas umum, serta stigma di masyarakat.

Pada tahun 2002, WHO merilis International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF), yang mengadopsi pendekatan biopsikososial ini. ICF menjelaskan bahwa disabilitas adalah fenomena kompleks yang melibatkan interaksi antara kondisi tubuh dan lingkungan sosial. Model ini mendorong pendekatan kolaboratif, misalnya dalam proses rehabilitasi, di mana tim medis dan sosial bekerja sama untuk menciptakan intervensi yang mempertimbangkan kondisi medis sekaligus konteks sosial individu.

Kelebihan

Inti dari model biopsikososial adalah memberikan perspektif baru dalam memahami kesehatan dan penyakit. Dengan mempertimbangkan faktor biologis, psikologis, dan sosial, model ini memberikan pendekatan yang lebih menyeluruh dibandingkan model biomedis yang hanya fokus pada aspek biologis. Dengan model biopsikososial, tim medis tidak hanya melihat diagnosis medis, tetapi juga faktor lain seperti suasana hatinya, dukungan keluarga, serta lingkungan tempat tinggal yang ramah dan akomodatif.

Model biopsikososial bisa digunakan dalam konteks rehabilitasi. Dalam model medis, dokter biasanya fokus pada penyembuhan medis dan area yang dianggap bermasalah atau rusak. Pendekatan medis ini berbeda dengan pendekatan berbasis partisipasi yang biasa digunakan oleh tenaga kesehatan dan layanan sosial. Dalam model biopsikososial, tim rehabilitasi akan menggabungkan kedua aspek ini untuk menyusun dukungan yang mempertimbangkan kondisi medis dan situasi sosial seseorang.

Kekurangan

Ada kekhawatiran bahwa penggabungan aspek kesehatan dengan model sosial dalam International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) milik WHO bisa membuat disabilitas hanya dianggap sebagai akibat dari faktor sosial. Ini bisa mengabaikan kebutuhan medis dari individu dengan disabilitas. Selain itu, sistem klasifikasi ini cukup rumit sehingga bisa menyulitkan dalam penerapannya.

Contoh

  • Seorang karyawan dengan kondisi kesehatan kronis diberi opsi bekerja dari rumah oleh perusahaannya yang berbeda kota. Misalnya seorang karyawan yang mengidap artritis reumatoid (nyeri sendi) di mana ia kesulitan berpergian jauh setiap hari karena akan memperburuk keadaan fisiknya, sehingga tempatnya bekerja memberikan pilihan untuk hybrid working, satu hari bekerja di kantor, empat hari bekerja jarak jauh. Hasilnya, ia menjadi lebih produktif karena tidak terhalang rasa sakit akibat penyakit yang diidap.
  • Seorang lansia terbantu oleh sistem antrian suara dan bantuan petugas di puskesmas. Puskesmas merupakan salah satu tempat rujukan ketika seseorang mengalami sakit, lansia salah satunya. Dengan kondisi selalu yang ramai dan sibuk, lansia mungkin akan kesulitan mendengar nomor antreannya dipanggil, oleh karenanya alat pengeras suara bisa menjadi solusi dari permasalahan ini. Selain itu, petugas medis atau tim khusus sebaiknya turut aktif mendampingi lansia dari awal proses pengobatan. Hasilnya, lansia mendapatkan hak pengobatannya dengan baik tanpa merasa kebingungan.