Saya pengidap Neurofibromatosis tipe 2 (NF2) Tumor Neuro Multipel, penyakit langka yang menyerang seluruh saraf tubuh dan hingga kini belum ada obatnya.
Ciri khas NF2 adalah pertumbuhan tumor multipel, terutama schwannoma vestibular (neuroma akustik) di kedua telinga yang bisa menyebabkan disabilitas tuli/gangguan pendengaran karena tekanan tumor di saraf telinga.
Tumor-tumor ini biasanya tumbuh pada saraf yang mengendalikan pendengaran dan keseimbangan (saraf kranial VIII), tetapi juga bisa muncul di saraf lain, termasuk saraf di otak dan sumsum tulang belakang. Meskipun schwannoma vestibular adalah yang paling umum, tumor juga bisa muncul pada meningioma (lapisan otak dan sumsum tulang belakang), ependymoma (di sumsum tulang belakang), maupun tumor di kulit.
Saya terdiagnosis pada tahun 2022, saat berusia 26 tahun.
Sebelum itu, sejak tahun 2019, saya sudah melalui perjalanan keluhan panjang: vertigo, sering jatuh, pusing sebelah sisi, hingga sering lemah di bagian kaki dan lainnya.
Saat ini saya sudah menjalani 7 kali operasi, mulai dari pengangkatan tumor di otak, tulang belakang, sampai jempol kaki. Saya juga pernah mengalami hidrosefalus pasca operasi tumor, sehingga sekarang harus menggunakan selang di otak (VP shunt) dan mengalami kelumpuhan.
Saat dokter menyatakan penyakit ini akan saya bawa seumur hidup, seketika hidup saya terasa gelap. Semua mimpi dan harapan yang sudah saya rangkai hancur begitu saja. Jika dulu saya bisa mendengar, kini yang tersisa hanyalah keheningan dengan suara gemuruh samar di kedua telinga karena tuli.
Perempuan yang dulu bisa mandiri, kini selalu harus didampingi. Dulu saya bisa menjadi tulang punggung keluarga, sekarang justru menjadi pikiran bagi keluarga. Sering kali orang melihat saya dengan kasihan karena kondisi saya.
Banyak juga yang tidak percaya saya mengidap penyakit langka ini, karena NF2 belum banyak dikenal publik dan kesadarannya masih sangat kurang. Saat saya menggunakan transportasi umum, saya pernah dianggap pura-pura ketika duduk di kursi prioritas. Bahkan saya pernah ditegur di salah satu transportasi publik (TransJakarta) karena memakai kartu TJ disabilitas, dikira itu kartu pinjaman, hanya karena dari luar saya terlihat sehat. Hal serupa juga saya alami ketika menggunakan kartu disabilitas KAI—banyak tatapan curiga yang saya dapatkan.
Untuk menghadapi semua itu, saya harus kuat secara mental. Banyak orang di luar sana hanya menilai dari tampilan luar, tanpa tahu perjuangan yang sebenarnya.
Dari cerita ini, saya ingin berbagi untuk membangun kesadaran tentang aksesibilitas: agar orang-orang menyadari adanya hambatan, dan bersama-sama berjuang untuk dunia yang lebih inklusif.
Harapan saya, semoga semakin banyak orang yang melihat individu dengan disabilitas bukan karena rasa kasihan, melainkan karena kelebihan yang mereka miliki. Kita bisa sama-sama belajar untuk saling menghormati dan menyetarakan satu sama lain.
Mari saling membantu dalam keterbatasan gerak, baik itu disabilitas maupun non-disabilitas.
Tentang Nisha
Saya dikenal dengan nama panggilan Nisha. Di media sosial, saya kerap berbagi cerita tentang perjalanan hidup saya agar orang lain bisa lebih memahami apa yang saya alami.