Sebagai pasien penyakit kronis, aku benar-benar menyadari betapa menantangnya untuk mendapatkan diagnosis. Aku sudah mengalami gejala nyeri sejak tahun 2015 dan mendapatkan diagnosis medis yang lebih jelas pertama kalinya di tahun 2017.
Diagnosisku waktu tahun 2017 adalah Complex Regional Pain Syndrome/CRPS (Type II). Secara singkat, gejala utama dari CRPS adalah nyeri kronis yang sangat intens dan tidak proporsional dengan cedera awal yang aku alami. Area nyerinya sendiri di sepanjang tangan kanan, pundak, dan dada depan. Aku juga merasakan gejala yang disebut allodynia, yang menyebabkanku lebih sensitif merasakan nyeri karena hal-hal yang seharusnya tidak menyebabkan rasa sakit. Misalnya, aku bisa merasakan nyeri karena sentuhan, menggunakan baju yang tebal, menulis, guncangan, dan lainnya. Oleh karenanya, aku mengidentifikasikan diri sebagai disabilitas, karena aku memiliki hambatan fisik di bagian tangan dan pundak. Aku juga tidak bisa membawa barang berat, sehingga biasanya aku menggunakan koper/tas pinggang.
Singkat cerita, selama beberapa tahun, aku menjalani hari-hari dengan nyeri. Ada Awalnya aku juga cukup responsif dengan tindakan pengobatan nerve block untuk mengurangi gejala nyeri yang tidak bisa kukontrol dengan obat (atau sebutannya flare up). Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, nyeriku semakin mengganggu. Sejak 2023, dokter mencoba untuk melakukan nerve block dengan lebih sering, yaitu 1 bulan sekali. Dahulunya, aku biasanya baru butuh nerve block selama 5-6 bulan sekali.
Di tahun 2024, aku "menekatkan" diri untuk mendaftar program pendidikan profesi psikolog untuk menjadi psikolog umum. Awalnya, aku merasa nyeriku sudah cukup terkontrol dengan tindakan selama 1 bulan sekali. Namun, di luar prediksi, aku merasakan nyeri yang lebih intens/flare-up karena kuliah profesi sangat menuntutku untuk selalu hadir dan mengerjakan tugas terus menerus (yang tentunya menggunakan tangan).
Aku masih ingat benar ada satu minggu di mana aku harus menyelesaikan 5 tugas esai/laporan. Saat itu, aku tidak yakin apakah aku bisa mengajukan perpanjangan waktu untuk mengumpulkann bagi diriku sendiri. Sebab, aku merasa tidak yakin apakah akan pemahaman dari pengajar? Atau bahkan aku yakin apakah aku memiliki hak untuk akomodasi?
Singkat cerita, di bulan Desember 2024. Dokterku merujukku untuk menemui dokter spesialis bedah saraf dari Dubai (tapi orang Italia) yang juga sahabatnya sendiri. Saat itu, beliau sedang berkunjung ke Indonesia untuk mengajar di workshop bagi dokter spesialis bedah saraf di Indonesia. Singkat cerita, dari konsultasiku dengan dokter baruku ini, aku mendapatkan diagnosis baru Thoracic Outlet Syndrome (TOS)
Secara sederhana, TOS itu adalah penyakit saraf yang terjadi ketika saraf di area thoracic outlet (di antara tulang selangka/collarbone dan tulang rusuk ke-1) tertekan oleh otot dan jaringan di sekitarnya. Bahkan, ada kasus juga yang sarafnya tertekan oleh tulang rusuknya. Karena ada penekanan saraf tersebut, gejala yang aku alami adalah nyeri yang intens dan keterbatasan fungsi tanganku karena nyeri tersebut. Kalau kalian perhatikan, TOS dan CRPS memiliki gejala yang sangat mirip. Sehingga, aku sendiri memaklumi fakta bahwa selama ini ada diagnosis yang belum dokterku temukan.
Setelah operasi, aku masih perlu berhati-hati menggunakan tanganku. Contohnya, aku masih perlu menghindari membawa barang berat dan mengetik dalam jumlah banyak. Aku juga masih merasakan nyeri setiap harinya dan flare up. Oleh karenanya, aku jadi perlu mengajukan cuti kuliah profesi selama 1 tahun.
Dokter menjelaskan bahwa kondisi nyeriku akan semakin terkontrol ke depannya. Aku masih minum obat dengan dosis yang sama dengan sebelum operasi. Namun, dokter menjelaskan bahwa obat tersebut akan secara bertahap diturunkan dosisnya sesuai dengan kondisiku. Jadi, aku akan masih bersama nyeri kronis dalam waktu panjang mendatang. Semoga kita semua dikuatkan ya :)
Tentang Raissa
Halo! Aku Raissa dan saat ini sedang menempuh pendidikan profesi untuk menjadi psikolog umum. Aku juga co-founder dari Ragam Wajah Lara (inisiasi edukasi isu penyakit kronis di usia muda dengan perspektif biopsikososial) dan Komunitas Disabilitas UI (untuk mahasiswa UI dengan disabilitas) :)