Model medis
Model medis memandang disabilitas sebagai masalah kesehatan. Model ini menekankan pada keterbatasan fisik atau mental yang harus diperbaiki melalui intervensi medis. Solusi yang ditawarkan meliputi penyembuhan, normalisasi, dan layanan khusus yang terpisah dari layanan umum seperti SLB, toilet disabilitas, atau fitur overlay aksesibilitas di website. Salah satu contoh overlay aksesibilitas dapat kita lihat pada website berikut:
Kelebihan model ini adalah pengakuan terhadap aspek medis yang nyata dan mendorong lahirnya teknologi bantu seperti kursi roda atau alat bantu dengar. Namun, kelemahannya adalah mengabaikan faktor sosial dan lingkungan, serta berisiko menimbulkan stigma bahwa individu dengan disabilitas tidak bisa hidup mandiri tanpa adanya intervensi medis. Oleh karena itu, model medis sering dipandang berlawanan dengan model sosial yang menekankan penghilangan hambatan lingkungan.
Highlight
Disabilitas dipandang sebagai masalah kesehatan yang harus diperbaiki dengan intervensi medis, meski berisiko menimbulkan stigma dan mengabaikan faktor sosial.
Model sosial
Model sosial menekankan bahwa disabilitas bukan akibat dari keterbatasan kondisi tubuh seseorang, melainkan hambatan sosial, lingkungan, dan sikap masyarakat yang menghalangi partisipasi penuh individu dengan disabilitas. Fokus utama model ini adalah menghapus hambatan tersebut dengan menciptakan lingkungan yang ramah disabilitas, seperti menyediakan ramp, lantai taktil, juru bahasa isyarat, atau teknologi bantu.
Kelebihan model sosial adalah memberdayakan individu dengan disabilitas, mendorong partisipasi setara, dan membentuk tanggung jawab kolektif untuk menciptakan masyarakat yang ramah disabilitas. Namun, model ini kadang dianggap terlalu menekankan faktor eksternal dan sulit diimplementasikan karena membutuhkan perubahan pada sistem, pola pikir, dan budaya yang tentunya tidak bisa terjadi seketika.
Dalam praktik sehari-hari, model sosial menunjukkan bahwa ketika hambatan dihilangkan, individu dengan disabilitas dapat berkontribusi setara. Misalnya, individu dengan disabilitas bekerja dengan screen reader, berpartisipasi dalam rapat dengan dukungan bahasa isyarat, atau mengelilingi kota dengan lantai taktil. Dengan kesadaran dan dukungan bersama, model sosial dapat mendorong masyarakat yang setara dan inklusif bagi setiap orang.
Highlight
Disabilitas dipahami sebagai hambatan sosial dan lingkungan, sehingga solusinya adalah menciptakan masyarakat yang lebih ramah disabilitas, atau dengan kata lain inklusif untuk menghapus hambatan tersebut.
Model biopsikososial
Model biopsikososial melihat disabilitas dari tiga faktor yang saling berkaitan: biologis (kondisi fisik atau medis), psikologis (mental, emosional, cara menghadapi masalah), dan sosial (dukungan keluarga, akses di lingkungan, stigma masyarakat). Pendekatan yang diperkenalkan George Engel (1977) dan diadopsi WHO melalui ICF (2002) ini menekankan pemahaman disabilitas secara menyeluruh, bukan sekadar persoalan medis.
Kelebihan model biopsikososial adalah melihat disabilitas secara menyeluruh seperti dari segi kebutuhan medis, psikologis, dan sosial, sehingga sangat relevan untuk rehabilitasi dan dukungan yang lengkap. Kekurangan dari model ini adalah penerapannya yang cukup kompleks, dengan risiko kebutuhan medis terabaikan dan disabilitas dianggap hanya akibat faktor sosial.
Contohnya, perusahaan yang memberi opsi untuk bekerja secara hybrid bagi karyawan dengan artritis, atau puskesmas yang melengkapi layanan dengan sistem antrian suara dan bantuan petugas untuk lansia. Dengan kombinasi intervensi medis, psikologis, dan sosial, individu dapat lebih berdaya dan produktif dalam kehidupannya.
Highlight
Disabilitas dipengaruhi faktor biologis, psikologis, dan sosial; menawarkan pendekatan menyeluruh namun penerapannya lebih kompleks.
Model ekonomi
Model ekonomi memandang disabilitas terutama dari dampaknya terhadap aspek finansial. Misalnya menurunnya produktivitas, berkurangnya pendapatan individu, menekan keuntungan perusahaan, serta menambah beban negara melalui tunjangan dan subsidi. Perspektif ini sering dijadikan dasar administratif untuk menentukan akses terhadap bantuan atau jaminan sosial, sehingga disabilitas seringkali dianggap hanya sebagai “biaya” yang harus diatur.
Kelebihan model ekonomi adalah mengakui bahwa keterbatasan fisik atau mental bisa mempengaruhi kemampuan kerja. Hal ini menjadi dasar argumentasi untuk memberi dukungan ekonomi, akomodasi kerja, atau membuat kebijakan yang lebih inklusif. Namun, kekurangan dari model ini adalah mereduksi nilai individu dengan disabilitas hanya pada kontribusi finansial, menimbulkan stigma sebagai beban, dan mengabaikan potensi non-ekonomi yang dimiliki.
Dalam praktiknya, model ini tercermin pada pekerja dengan disabilitas yang menerima gaji lebih rendah, kesulitan mengakses pinjaman karena dianggap beresiko, atau kehilangan tunjangan ketika mulai bekerja. Kondisi ini juga membuat sebagian pemberi kerja enggan merekrut individu dengan disabilitas karena khawatir biaya akomodasi menurunkan keuntungan. Oleh karena itu, model ekonomi sering dianggap berlawanan dengan model sosial yang menekankan penghapusan hambatan lingkungan.
Highlight
Disabilitas dilihat dari dampak finansialnya terhadap individu, perusahaan, dan negara, yang bisa jadi dasar kebijakan tetapi juga menimbulkan stigma sebagai beban.
Model functional solution
Model solusi fungsional memandang disabilitas sebagai keterbatasan fungsi tubuh yang dapat diatasi dengan solusi praktis. Pendekatannya berfokus pada hasil, yaitu mengurangi dampak keterbatasan melalui inovasi teknologi, alat bantu, atau strategi adaptif sesuai kebutuhan individu. Model ini lebih berorientasi pada layanan daripada teori, sehingga banyak digunakan oleh profesional aksesibilitas.
Kelebihan utama model ini adalah kemampuannya memberikan solusi nyata di kehidupan sehari-hari, dengan memperhatikan konteks dan kebutuhan spesifik tiap individu. Namun, kelemahannya muncul ketika inovasi teknologi lebih berorientasi pada keuntungan, sehingga menghasilkan produk yang mahal, tidak praktis, atau kurang bermanfaat. Selain itu, fokus berlebihan pada teknologi bisa membuat solusi tidak tepat sasaran dan mengabaikan pendekatan lain yang lebih relevan.
Contoh penerapan model ini adalah penggunaan screen reader oleh tunanetra untuk mengakses komputer, keyboard ergonomis bagi penderita carpal tunnel syndrome, atau kursi roda bagi individu dengan cedera tulang belakang. Dengan solusi fungsional, penyandang disabilitas bisa lebih mandiri dan berpartisipasi lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari.
Highlight Model
Fokus pada solusi praktis, teknologi, dan adaptasi sehari-hari untuk meningkatkan kemandirian individu dengan disabilitas.
Model identitas sosial atau afiliasi budaya
Model identitas sosial memandang disabilitas bukan sebagai hambatan medis, melainkan bagian dari jati diri yang bisa dihargai, dirayakan, dan dijadikan sumber kebanggaan. Model ini menekankan pentingnya komunitas dalam membentuk pengalaman, budaya, dan rasa keterikatan, misalnya komunitas Tuli yang menjadikan bahasa isyarat sebagai identitas budaya mereka.
Kelebihan dari model ini adalah menumbuhkan kebanggaan identitas, memperkuat solidaritas, dan mendorong pengakuan atas kontribusi individu dengan disabilitas di masyarakat. Namun, kelemahan model ini bisa membuat orang merasa terasing jika terlalu terikat dengan satu komunitas, atau membuat sebagian orang merasa terpinggirkan karena tidak seusai dengan harapan komunitas tersebut.
Contoh penerapan model ini adalah budaya Tuli yang menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) sebagai simbol identitas, serta perayaan Disability Pride Month, Neurodiversity Pride Day, dan Autistic Pride Day. Semua ini menegaskan bahwa disabilitas adalah bagian dari keberagaman manusia yang layak dirayakan, bukan dikasihani.
Highlight
Disabilitas dipandang sebagai bagian dari jati diri dan budaya, misalnya komunitas Tuli yang menjadikan bahasa isyarat sebagai kebanggaan mereka.
Model amal
Model amal memandang individu dengan disabilitas sebagai pihak yang malang dan membutuhkan bantuan, sementara pemberi bantuan dipandang sebagai dermawan. Pendekatan ini biasanya berfokus pada pemberian donasi atau layanan sosial untuk mengurangi penderitaan, tanpa menekankan perubahan struktural dalam masyarakat. Akibatnya, individu dengan disabilitas kerap dilihat sebagai objek belas kasihan, bukan sebagai individu yang berdaya dan memiliki hak penuh untuk berpartisipasi.
Kelebihan model ini adalah mampu menggerakkan solidaritas, mendorong orang untuk menyumbangkan waktu atau sumber daya, dan kadang menjadi satu-satunya sumber pendanaan untuk kebutuhan tertentu, misalnya riset penyakit langka. Namun, kekurangannya adalah cenderung merendahkan, hanya fokus pada kebutuhan jangka pendek, dan mengabaikan pemberdayaan atau solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan.
Contoh penerapan model amal adalah yayasan yang menggalang dana untuk menyediakan peralatan terapi bagi anak-anak dengan disabilitas, atau relawan yang memberikan bantuan langsung berupa makanan dan pakaian tanpa program lanjutan. Meskipun bermanfaat pada suatu periode waktu, pendekatan ini tidak cukup untuk menjamin kemandirian maupun keadilan sosial bagi penyandang disabilitas.
Highlight
Disabilitas dipandang sebagai objek belas kasihan yang perlu dibantu. Cara ini dapat menggerakkan solidaritas namun sering mengabaikan pemberdayaan jangka panjang.
Perbandingan model medis vs sosial vs biopsikososial
Berikut adalah perbandingan bagaimana setiap model memandang suatu situasi dan cara mereka memberi solusi.
Situasi: Seorang karyawan dengan gangguan mobilisasi menggunakan kursi roda hendak bekerja di kantor
Model | Medis | Sosial | Biopsikososial |
Perspektif Model | Disabilitas dipandang sebagai masalah pada fisik individu yang menghalangi mobilitas. | Disabilitas tidak dipandang sebagai permasalahan fisik melainkan sebagai hambatan lingkungan seperti kantor tanpa ramp/lift, transportasi umum tidak aksesibel, serta diskriminasi dari kolega. | Disabilitas dipandang sebagai kondisi yang dipengaruhi fisik, faktor psikologis (stres, kepercayaan diri), dan faktor sosial (dukungan keluarga, akses transportasi, dan desain kantor). |
Solusi Model | Intervensi medis seperti fisioterapi, obat-obatan, atau kursi roda khusus. | Membangun ramp/lift, menyesuaikan desain kantor, serta melatih staf agar bersikap inklusif. | Solusi lengkap meliputi kantor menyediakan opsi kerja hybrid, keluarga memberi dukungan, dan seorang ahli memberikan pendampingan mental untuk mengatasi stres. |