Model amal masih berkaitan erat dengan model medis yang sama-sama menganggap disabilitas itu keterbatasan fisik yang bisa diperbaiki. Perbedaannya, model ini menambahkan moralitas dengan menganggap membantu individu dengan disabilitas dianggap sudah melakukan perbuatan yang mulia.

Selain dipandang menjadi "korban", model ini membuat individu dengan disabilitas juga sering digambarkan sebagai "pahlawan" apabila individu tersebut mampu mengatasi keterbatasan yang dialaminya. Model ini membuat individu dengan disabilitas benar-benar dijadikan alat untuk memenuhi kebutuhan emosional orang non-disabilitas, baik rasa iba atau kagum.

Korporasi pun membangun reputasi organisasi menggunakan model ini dengan menampilkan disabilitas sebagai orang yang perlu dikasihani dengan narasi dan pesan yang memakai bahasa perlawanan (resistance) untuk membuka donasi. Daripada melakukan perubahan yang struktural seperti memberikan kemudahan akses untuk individu dengan disabilitas bekerja seperti individu pada umumnya, mayoritas dana yang masuk kebanyakan malah disalurkan ke organisasinya itu sendiri dan untuk menghilangkan disabilitas, seperti yang disampaikan di model medis.

Praktik yang ada di model amal ini bertentangan dengan perjuangan akan kesetaran untuk individu dengan disabilitas. Walaupun begitu, menghapus model amal ini pun berisiko karena masih ada beberapa individu dengan disabilitas yang bergantung pada layanan yang disediakan meskipun bersifat eksploitatif.

Kelebihan

  • Menyediakan dukungan yang sangat praktis seperti alat bantu, layanan dasar, atau ruang komunitas yang bermanfaat bagi individu dengan disabilitas.
  • Memberi peluang munculnya dukungan dari banyak orang, meskipun masih didasarkan pada belas kasihan.

Kekurangan

  • Menjadikan individu dengan disabilitas sebagai objek belas kasihan atau inspirasi.
  • Menciptakan ruang yang terpisah (segregasi) yang membuat pandangan khalayak umum terhadap individu dengan disabilitas berbeda.
  • Memperkuat stereotip negatif atas individu dengan disabilitas.
  • Menguntungkan korporasi melalui kampanye amal sementara kebutuhan nyata seperti akses ke pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan publik yang setara tetap terabaikan.

Contoh

  • Perusahaan menampilkan anak-anak dengan disabilitas untuk memancing rasa kasihan dari publik untuk mendapatkan donasi.
  • Kamp atau komunitas khusus anak disabilitas yang digembar-gemborkan sebagai "tempat aman" padahal memperkuat pemisahan dari anak non-disabilitas.
  • Kampanye marketing oleh perusahaan dengan menjual produk tertentu dengan klaim keuntungan disumbangkan yang fungsinya lebih banyak untuk memperkuat reputasi perusahaan dibandingkan membantu kehidupan individu dengan disabilitas.